Wali Mujbir Dalam Pernikahan
Dalam islam (fiqh syafi’iyah)
berlansungnya suatu pernikahan adalah setelah lengkap rukun-rukun dan ketentuan
pernikahan. Apabila salah satu rukun nikah tidak ada (tidak lengkap), maka
pernikahan tidak sah menurut syara’.Rukun pernikahan adalah sesuatu yang harus
ada dalam pernikahan dan merupakan hakikat dalam pernikahan itu sendiri.
Apabila hal itu tidak dipenuhi, maka mengakibatkan batalnya pernikahan.
Maka dengan
demikian, salah satu rukun yang harus terpenuhi di dalam suatu perkawintukan
adalah adanya wali dari calon mempelai wanita. Wali adalah seseorang yang
memiliki kekuasaan untuk mengakad nikahkan seorang perempuan yang ada dibawah
perwaliannya. Jumhur ulama berpendapat bahwa wali nikah merupakan syarat sah
sahnya nikah. Perwalian dalam istilah fiqh disebut “wilayah”
yang berarti “penguasaan dan perlindungan. Maka dengan demikian yang
dimaksud dengan perwalian adalah penguasaan penuh yang diberikan oleh syara’
kepada seseorang untuk menguasai dan melindungi orang-orang atau barang yang
berada dibawah kekuasaannya.[1]
Wali dalam perkawinan adalah orang yang
melaksanakan acara akad nikah. Dengan adanya wali dari pihak perempuan, maka
pernikahan dapat dilansugkan. Uraian diatas merupakan pengertian wali nikah
secara umum karena dalam klasifikasi wali nikah ada yang di istilahkan dengan
wali mujbir, Dalam hal ini penulis ingin menjelaskan pengertian wali mujbir
menurut fiqh Syafi’iyah.
‘Ali bin Naif As-Suhudi didalam kitab Mifshal
mengatakan bahwa:
الولي المجبر من له عليه ولاية إجبار كالصغيرة
والمجنونة[2]
Artinya:”Wali mujbir adalah seseorang
yang punya kekuasan penuh untuk menikahkan secara paksa, seperti menikahi gadis
kecil dan perempuan gangguan jiwa”.
Abdurrahman
Al-Jaziri didalam kitab Fiqh A’la Mazahibil Arba’ah mengatakan bahwa:
Artinya:”Mereka
berpendapat: Wali mujbir adalah Ayah dan Kakek hingga seterusnya dan sayid”.
Dari
pengertian diatas, mayoritas ulama
mazhab syafi’i berpendapat wali mujbir adalah seseorang yang mempunyai
kekuasaan penuh yaitu Ayah,Kakek dan Sayid untuk menikahkan anak perempuan
secara paksa(tanpa izin dari anak perempuan), Hak wali tidak dapat diganggu
gugat oleh siapapun selama ia dapat menjalankan tugas sesuai dengan ketentuan
agama.
Wali
mujbir mempunyai kekuasaan penuh terhadap gadis bikir (perawan),
berbeda halnya dengan janda, Sebagaimana sabda rasulullah SAW berikut ini:
قال النبي صلى الله عليه وسلم
قال الثيب أحق بنفسها من وليها والبكر يزوجها ابوها (رواه البخارى).[4]
Artinya: Rasulullah SAW
Bersabda: “Wanita yang janda lebih berhak atas dirinya dari pada
walinya sedangkan anak gadis dinikahkan oleh bapaknya
(H.R. Bukhari).
Rasulullah Saw membedakan antara perawan dengan
janda dalam hal paksaan, yang demikian itu karena wanita yang perawan banyak
malunyajika berbicara dalam hal perkawinan. Adapun janda telah hilang rasa
malunya dan sudah pernah merasakan hal perkawinan, maka bisa diajak bicara
dalam hal perkawinan. Kedudukan wali dalam acara pernikaha atau aqad nikah
mutlak diperlukan dan merupakan syarat yang harus dipenuhi bagi calon isteri.
Oleh karena itu seorang wali harus mempunyai kriteria atau syarat-syarat
sebagai berikut:
a.
Baligh (dewasa atau sampai umur)
b.
Laki-laki (bukan perempuan dan khunsa)
c.
Islam (bukan kafir atau orang
murtad)
d.
Merdeka (bukan budak)
e.
Tidak berada dalam pengampuan
atau Mahjur ‘alih
f.
Berpikiran baik, berakal (bukan
orang gila)
g.
Adil (tidak fasik)
h.
Tidak sedang melakukan ihram
Berdasarkan kriteria dan syarat-syarat diatas, maka
system perwalian dapat dibagi kepada beberapa macam:
a.
Wali nasab
Wali
nasab (keturunan) adalah wali yang berdasarkan hubungan darah atau keturunan
dengan perempuan yang dinikahkan.
b.
Wali hakim
Wali
hakim atau qadhi adalah wali yang ditunjuk oleh pengadilan untuk bertindak
sebagi wali dalam menikahi seorang perempuan karena wali nasab atau keturunan
tidak ada atau ghaib (jauh), atau ‘adhal (menegah diri untuk
menikahi).
c.
Wali tahkim atau muhakkam
Wali
hakim adalah wali yang ditunjuk sendiri oleh si perempuan yang akan menikah
dengan cara tahkim atau penyerahan diri untuk dinikahkan dengan laki-laki
pilihannya.
d.
Wali maula
Wali
maula adalah wali yang berdasarkan hubungan perbudakan, dimana wali bagi budak
perempuan adalah tuannya.
Adapun
urutan atau tata tertib wali nikah sebagaimana di kemukakan oleh Jalaluddin
Al-Mahalli adalah sebagai berikut:
a.
Ayah dari calon isteri
b.
Kakek (ayah dari ayah)
c.
Saudar laki-laki seibu sebapak
d.
Saudara laki-laki sebapak
e.
Anak saudara seibu sebapak
f.
Anak saudara sebapak
g.
Paman seibu sebapak
h.
Paman sebapak
i.
Anak paman seibu dan sebapak
j.
Anak paman sebapak
k.
Maula mu’tiq (orang laki-laki
yang memederkakan calon mempelai perempuan)
l.
Hakim atau wakilnya
m. Muhkam,
yaitu seorang laki-laki shalih (ta’at dan adil) yang diangkat sendiri oleh
calon mempela perempuan untuk menikahinya dengan seorang laki-laki yang telah
ditentukannya,apabila tidak ada wali yang lainya[5].
[1]Departemen
Agama,seluk beluk hokum perkawinan dalam islam, (Banda Aceh: Bidang
Urusam Agama Islam Kantor wilayah Departemen Agama Provinsi Nanggroe Aceh
Darussalam (NAD),2007), hal.89.
[4] Ibnu hajar Al-‘Asqalani, Bulughul Maram, (Jakarta:
Darul Kutub Islamiah), hal. 183
[5]
Jalaluddin Al-Mahalli, Al-Mahalli,
Juz.III, (Semarang: Karya Toha Putra,”tt”), hal.224.
0 Response to "Wali Mujbir Dalam Pernikahan"
Post a Comment