Qurban Nazar, Bagaimanakah Itu?

Dalam Islam sebuah ibadah sunat bisa berubah kepada wajib apabila diikat diri dengan bernazar. Problema ini juga berlaku pada udhiyah (qurban). Nadzar itu sendiri adalah sebuah janji kepada Allah SWT yang apabila permintaannya dikabulkan Allah, maka dia akan melakukan salah satu bentuk ibadah sunat yang kemudian menjadi wajib untuk dikerjakan.Seseorang yang bernadzar untuk menyembelih hewan udhiyah membuat hukumnya berubah dari sunnah menjadi wajib. Baik dengan menyebutkan hewannya yang sudah ditentukan, atau tanpa menyebutkan hewan tertentu.

Fenomena yang sering terjadi seorang peternak atau membawakan kambing untuk dijual atau lainnya, ketika ditanyakan kepada mereka,”apakah itu kambing untuk qurban”, si empu kambing menjawab : “ya, untuk ini untuk kurban”, walaupun mereka menjawab asal-asalan atau tidak, secara tidak langsung kambing  tersebut sudah menjadi  udhiyyah wajibah (qurban wajib karena nazarnya) dan dilarang untuk dimakan ketika kurban nanti serta tidak dipedulikan maksud mereka menjawab untuk selain qurban wajib. Kejahilan pada diri mereka tidak menghilngkan dan menggugurkan  itu sebagai qurban wajib, hanya saja yang gugur berupa dosa disebabakan kejahilannya, sedangkan dhimmah (tanggungan) sebagai qurban wajib masih tetap. (Imam Ramli, Nihayah Muhtaj: 8: 137, Darul Kutub, Bairut, Syekh Ibnu Hajar Al-Haitami, Tuhfah Al-muhtaj: 9: 412-413, Darul Fikr, Syekh Ibrahim Bajuri, Kitab Al-Bajuri: II: 296).



                                                                                                                                                                   
Melihat bentuk qurban nazar yang terjadi dalam masyarakat tersebut, sebagian ulama menyebutkan bahwa perkataan seseorang ketika itu sebagai “ikhbar” (mengkhabarkan). Seperti yang kita maklumi “khabar” merupakan sebuah ucapan yang ihtimal (kemungkinan benar dan salah), sesuatu yang ihtimal belum bisa dijadikan bentuk sandaran hukum serta memerlukan kepada murajih (penyokong)nya, makanya dihukumi perkataan seseorang tersebut ketika membawa hewan qurban menjawab “ya ini hewan qurban” kepada “udhiyyah wajibah” (kurban wajib), apabila disertai dengan ungkapan insya’ ( keinginan).

Fenomena sering terjadi dalam kehidupan seharihari, ketika tercapai sebuah cita-cita atau harapannnya, maka terucaplah perkataan: “demi Allah saya akan berqurban dengan hewan ini”, wajiblah  orang tersebut berudhiyyah (berkurban) pada waktu  itu, jikalaupun umpamanya hewan yang akan dikurbankan tadi tidak memenuhi kriteria hewan   qurban, namun tidak boleh diganti dengan yang lain sekalipun itu hewan  udhiyah yang lebih bagus dan termasuk katagori untuk berkurban. Namun apabila niat saja  dalam hati itu tidak dihitung dalam kaca mata syara sebagai nazar tetapi harus diucapkan. ( Nihayah Muhtaj: 8: 136, Tuhftul Muhtaj: 8: 412-413, Al-Bajuri: II: 296) 

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Qurban Nazar, Bagaimanakah Itu?"

Post a Comment