Rabu Akhir Safar : Sejarahnya (I)
Salah satu bulan dalam
tarikh Islam, namanya Safar. Bulan Safar merupakan bulan kedua dalam kelender
Islam setelah Muharram. Bulan ini diyakini sebagai bulan diturunkan bala atau
penyakit, tepatnya pada rabu terakhir bulan ini. Masyarakat Aceh menamai rabu
akhir safar dengan Rabu Abeh, di Jawa dikenal dengan nama Rabu Wekasan.
Keyakinan masyarakat tersebut bukanlah tanpa dasar. Salah seorang Arifbillah
yang telah sampai maqam ma’rifah menceritakan hal tersebut dalam karangannya.
foto:
desakami.blogspot.com
Beliau adalah Syekh
al-Kamil Fariduddin as-Sukarjaanji dalam kitab “ al-Jawahir al-Khamsi” halaman
5(lima). Dalam perspektif arifbillah tersebut mengatakan bahwa pada setiap
tahun, Allah menurunkan 320.000 macam bala bencana ke bumi dan semua itu
pertama kali terjadi pada hari Rabu terakhir di bulan Shafar. Oleh sebab itu
hari tersebut menjadi hari yang terberat di sepanjang tahun. Pernyataan senada juga disebutkan dalam kitab
Fawaidul Ukhrawiyah, Jam’ul Fawaid, Tuhfathul Mardhiyah dan lainnya.
Beranjak dari itu, maka
dianjurkan kepada kita untuk melakukan shalat sunat, berdoa, bersedekah serta
memperbanyak ibadah lainnya sebagai bentuk pengabdian dan memperbanyak amaliah
juga sebagai bentuk metode preventif dalam
menghindari berbagai musibah ,bencana dan hal negative lainnya dalam bulan
tersebut.
Salah satu diantara
amaliah ulama diantaranya shalat sunat yang dikenal dengan shalat lidaf’il
Bala(shalat untuk menolak Bala). Shalat sunnah lidaf’il bala’ (tolak bala’)
merupakan shalat sunnah hajat yang dikerjakan pada malam atau hari rabu akhir
bulan Safar, tepatnya pada hari rabu pada pekan keempat. Shalat sunnah ini
dikerjakan empat rakaat dua salam dan bisa dilaksanakan secara berjamaah. Awal
mula munculnya ibadah ini adalah berdasarkan ilham dan ijtihad para ulama’
salaf maupun ulama’ sufiyah terdahulu yang teringat bahwa bulan safar adalah
bulan yang penuh dengan kesialan dan malapetaka. Seorang sufi asal India, Ibnu
Khathiruddin Al-Atthar (w. th 970 H/1562 M), dalam kitab “Jawahir Al-Khamsi”
menyebutkan, Syekh Al-Kamil Farid-Din Sakarjanj telah berkata bahwa dia melihat
dalam “Al-Awrad Al-Khawarija” nya Syekh Mu’inuddin sebagai berikut:
أَنَّهُ
يَنْزِلُ فِيْ كُلِّ سَنَةٍ ثَلاَثُمِائَةِ اَلْفٍ وَعِشْرِيْنَ أَلَفًا مِنَ
الْبَلِيَّاتِ وَكُلُّهَا فَيْ يَوْمِ الْأَرْبِعَاءِ الْأَخِرَةِ مِنْ شَهْرِ
صَفَرِ فَيَكُوْنُ ذَلِكَ الْيَوْمُ أَصْعَبُ أَيِّمِ تِلْكَ السَّنَةِ، فَمَنْ
صَلَّى فِيْ ذَلِكَ الْيَوْمِ أَرْبَعَ رَكَعَاتٍ يَقْرُأُ فِيْ كُلِّ مِنْهَا
بَعْدَ الْفَاتِحَةِ إِنَّا أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ سَبْعَةَ عَشَرَ
وَالْإِخْلاَصَ خَمْسَ مَرَّاتٍ وَالْمُعَوِّذَتَيْنِ مَرَّاةً وِيَدْعُوْ بِهَذَا
الدُّعَاءِ حَفَظَهُ االلهُ تَعَالَى بِكَرَمِهِ مِنْ جَمِيْعِ الْبَلاَيَا الَّتِيْ تَنْزِلُ فِيْ ذَلِكَ الْيَوْمِ وَلَمْ
تُحْمَ حَوْلَهُ بَلِيَّةٌ مِنْ تِلْكَ الْبَلاَيَا إِلَى تَمَام السَّنَةِ.
Artinya:
“Sesungguhnya dalam setiap tahun diturunkan
sekitar 320.000 macam bala’ yang semuanya ditimpakan pada hari rabu akhir bulan
Safar. Maka hari itu adalah hari tersulit dalam tahun itu. Barang siapa shalat
empat rakaat pada hari itu, dengan membaca di masing-masing rakaatnya setelah
Al-Fatihah yakni surat Al-Kautsar 17 kali, Al-Ikhlas 5 kali, mu’awwidzatain
masing-masing satu kali dan berdoa –do’anya Insya Allah akan disebutkan setelah
ini–, maka dengan sifat karomnya Allah, Allah akan menjaganya dari semua bala’
yang turun pada hari itu dan di sekelilingnya akan terhindar dari bala’
tersebut sampai genap setahun” .
0 Response to "Rabu Akhir Safar : Sejarahnya (I)"
Post a Comment