Mengingkari Janji Kampanye, Berdosakah?
Kampanye merupakan
salah satu cara dalam mempekenalkan sosok calon pemimpin baik di kalangan
presiden, gubernur dan lainnya. Dalam memantapkan program calon pemimpin, tidak
lupa juga di umbarkan janji-janji kepada masyarakat baik secara langsung
ataupun tidak. Dalam perspektif syariat
bagaimana status hukum janji para calon pemimpin maupun janji saat telah
menjabat sebagai presiden, gubernur dan lainnya. Tentunya bagaimana janji
apakah wajib di tepati atau tidak. Penulis mencoba untuk melihat
beberapa pandangan ulama bagaimana mereka memandang sebuah janji apakah wajib
di tepati atau tidak.
Diantara pendapat tersebut, pertama, dalam perspektif Imam Abu Hanifah, Imam Syafi'i dan Imam Ahmad bin Hanbal serta mayoritas ulama sepakat bahwa memenuhi janji hukmnya sunnah. Namun apabila di ingkari maka sang waa'id ( orang yang berjanji) berarti telah mengerjakan sesuatu yang makruh dengan katagori berat namun tidak dosa. Kedua, Wajib di tepati sebuah janji. Mereka yang berpendapat demikian diantaranya Umar bin Abdul Aziz.
Diantara pendapat tersebut, pertama, dalam perspektif Imam Abu Hanifah, Imam Syafi'i dan Imam Ahmad bin Hanbal serta mayoritas ulama sepakat bahwa memenuhi janji hukmnya sunnah. Namun apabila di ingkari maka sang waa'id ( orang yang berjanji) berarti telah mengerjakan sesuatu yang makruh dengan katagori berat namun tidak dosa. Kedua, Wajib di tepati sebuah janji. Mereka yang berpendapat demikian diantaranya Umar bin Abdul Aziz.
Ketiga, Pendapat ini netral dalam perpaduan dua pendapat di
atas, pendapat ini bersifat tafsil. Salah satu diantaranya Imam Malik.
Beliau menyebutkan seorang berjanji jika digantungkan dengan beberapa
syarat, maka wajib dipenuhi. Namun sebaliknya apabila tidak digantungkan dengan
syarat maka tidak wajib. Contoh yang digantungkan dengan syarat seperti :
"kawinlah, maka kalian akan kami beri uang". Maka jika orang itu
memenuhi permintaan tersebut, wajib memberinya uang
Seorang yang berjanji
berstatus haram dan termasuk ciri munafik itu termasuk dalam
katagori wa'dul ikhlaf. DI sebutkan oleh Imam Al-Ghazali dengah mengisahkan
bahwa sifat yang mana jika salah satu dari kriteria ini ada dalam
diri seserong maka dia termasuk munafik, diantara ciri munafik diantaranya jika
dia berkata dia berdusta, apabila dia berjanji dia ingkari.
Apabila dia melakukan kesepakatan dia cederai dan terakhir di sebutkan apabila
ia berdebat dia jauh dari kebenaran.
Dalam perspektif Imam
Ghazali mengomentari hadits diatas ditujukan kepada mereka yqnhg berjanji
dan berniat untuk mengingkari atau mereka tidak menepati janji tanpa
udzur ( halangan). Sedagkan mereka yang berniat menunaikan janji namun
hanya saja mereka tidak mampu menepatinya dengan indikator ( penyebab)maka
mereka tidak termasuk munafik.
Melihat paparan diatas mereka
yang berjanji di arena kampanye atau tempat lainnya juga berlaku seperti di
atas. Lantas siapakah yang munafik atau tidak berdosa ataupun tidak di ajang
kampanye tentulah masyarakat dan sang pengumbar janji yang akan menjawab
sendiri serta Allah SWT Yang Maha Mengetahui semoga kita di jauhkan dari murka
dan marah-Nya.Wallahu ‘ 'Allam.
(Referensi : Kitab
Ihya Ulumuddin, dan lainnya)
0 Response to "Mengingkari Janji Kampanye, Berdosakah?"
Post a Comment