Fiqh Wanita (I): Suara Wanita Auratkah?

Wanita dalam Islam sangat di hormati dan di jaga dari perkara yang dapat mengundang fitnah dan dosa. Termasuk suara wanita juga menjadi hal kontroversial dalam status aurat ataupun bukan.
Mazhab Hanafi
Dalam mazhab Hanafie menjadikan suara wanita itu aurat. Mereka berpedoman dengan firman Allah SWT berbunyi : “Dan janganlah mereka menyentakkan kakinya ke tanah agar supaya diketahui apa yg mereka sembunyikan dari perhiasan mereka” (QS. An-Nur:31).
Dalam pada Mazhab Imam Hanafi menyebutkan bahwa larangan dalam ayat di atas sebagai dalil  suara wanita merupakan aurat, indikatornya kalau suara gelang kaki saja dilarang maka lebih aula lagi suara wanita itu sendiri menjadi aurat lebih menjadi kuat.
Salah seorang ulama terkemuka Syekh Abu Bakar al-Jashash berkata : “ayat di atas menunjukkan bahawa wanita dilarang mengeraskan suara yg sekiranya didengar orang lain. sebab suaranya itu lebih membangkitkan fitnah daripada bunyi gelang kakinya, oleh itu ashab kami (mazhab hanafi) memakhruhkan azan wanita sebab dalam azan diperlukan suara yg keras”.(Tafsir al-Nashash 3: 393)

Suara Wanita Mazhab Syafi'i
Dalam mazhab Syafi'i problema tentang suara wanita itu aurat ataupun tidak, telah terjadi kontroversi pendapat. Ada dua pendapat tentang ini. Pertama, mayoritas ulama’ menyebutkan bahwa suara wanita bukanlah termasuk aurat. Untuk itu boleh untuk mendengarnya. Ini merupakan pendapat yang kuat ataupun mu’tamad.
Kedua, dalam perspektif sebagian ulama mereka menyatakan bahwa suara wanita itu merupakana aurat. Berdasarkan atas itu haram terhadap kaum laki-laki untuk mendengar suara wanita kecuali mahram baginya.

Dalam pandangan mazhab Syafii berdasarkan pendapat  yang menyatakan bahwa suara wanita bukan aurat, dalam hal ini disyaratkan saat mendengarnya suara wanita itu harus aman dari fitnat.
Begitu juga disyaratkan pula tidak menjadikan laki-laki yang mendengarnya terpesona dan menikmatinya. Namun apabila terjadi demikian, hukum mendengar suara wanita adalah haram walaupun berupa bacaan Al-Qur’an. Tentu saja ini berlaku hukum 'aridhi.


Namun begitu  juga terhadap kaum wanita, jika ada kekhawatiran menimbulkan fitnah, maka haram memperdengarkan suaranya kepada pria dengan status yang tidak ada hubungan mahram dengannya.


Referensi: Kitab Al-Majmu’ syarh Al-muhadzab:  III: 390, Kitab Ianah At-Thalibin: III: 302, Kitab Tafsir al-Nashash III: 393 dan Kitab Al-Bujairimi dan lainnya

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Fiqh Wanita (I): Suara Wanita Auratkah?"

Post a Comment