Kitab Mukasyafatul Qulub (IV): Antara Sabar dan Sakit
Apabila seorang terisolir dari keluarganya dalam
keadaan naza’ (kritis atau koma), maka Allah swt berfirman: “Hai
malaikat-malaikat-Ku, orang terasing ini adalah pengembara yang meninggalkan
anak-anak, keluarga dan orang tuanya. Ketika dia mati, tidak seorangpun yang
menangis dan bersedih atas kematiannya.” Kemudian Allah swt memerintahkan
malaikat untuk menyerupai ayahnya, ibu dan anak-anaknya, sehingga ia membuka
matanya dan dapat melihat kedua orang tuanya, anak dan keluarganya, kemudia
hatinya menjadi tenang. Setelah itu barulah ia menghembuskan nafasnya dalam
keadaan tenang dan gembira. Kemudian ketika jenazahnya diusung kepemakaman,
para malaikat ikut mengirinya dan mendoakan di atas kuburannya sampai hari
kiamat. Hal yang demikian itu, sesuai dengan firman Allah swt: “Allah maha lembut terhadap hamba-Nya (QS. Asy-Syura:19)
Ibnu Atha’ berkata: “Seorang hamba dapat dilihat kebenaran dan kepura-puraan di saat ia dalam kondisi susah dan lapang. Barangsiapa yang bersyukur di saat dalam keadaan lapang dan berkeluh kesah dalam keadaan sulit, maka ia termasuk orang yang bohong.” Seandainya ilmu seluruh manusia berkumpul pada seseorang, lalu dia berkeluh kesah atas musibah yang menimpanya, maka ilmu dan amalnya tidak bermanfaat baginya. Sebagaimana yang dijelaskan dalam hadis qudsi bahwa Allah berfirman: “Barangsiapa yang tidak rela denga qada’-Ku dan tidak bersyukur atas pemberian-Ku, maka hendaklah dia mencari Tuhan selain Aku.”
Diceritakan dari Wahab bin Manabbih, bahwa ada seseorang nabi yang mengabdi kepada Allh swt selama 40 Tahun. Kemudian Allah swt berfirman kepadanya: “Sesungguhnya aku mengampunimu.” Nabi itu berkata: “Wahai Tuhanku, mengapa Engkau harus mengampuni-Ku, sementara aku tidak pernah berbuat dosa sama sekali.” Maka Allah memerintahkan satu urat tubuhnya berdenyut dan bereaksi yang membuatnya kesakitan dan tidak bisa tidur semalaman. Ketika pagi hari datang, ia mengadukan kepada malaikat perihal sakit yang dideritanya semalaman sebab denyutan satu urat dari tubuhnya itu. Malaikat itu lalu berkata: “Ketahuilah bahwa tuhan berfirman kepada Anda: ‘Sesungguhnya pahala ibada selama 50 Tahun tidak bisa mengimbangi rintihan dan keluhan anda semalam, hanya karena sakit yang disebabkan oleh satu urat saja dari tubuh anda.’ “Qadhi Iyadh berkata: [Maksudnya Allah merahmatinya dan menggandakan pahalanya sebagaimana firmanNya, “Barangsiapa membawa amal yang baik, maka baginya (pahala) sepuluh kali lipat amalnya “ QS al An’aam:160. ] Qadhi melanjutkan: [Atau bisa jadi shalawat Allah ini sesuai dengan zhahirnya sebagai bentuk memuliakan (orang yang membaca shalawat) di kalangan para malaikat seperti dalam hadits, “Jika ia menyebutKu dalam suatu perkumpulan maka Aku menyebutnya di perkumpulan (lain)yang lebih mulia darinya”. Hanya Allah yang lebih Mengetahui]
Dari Ubayy bin Ka’ab ra ia
berkata: Aku berkata: “Wahai Rasulullah, sungguh saya memperbanyak bershalawat
atas engkau. Lantas berapa dari shalawatku itu yang saya jadikan untuk engkau?”
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam menjawab, “Terserah
kamu” aku berkata: “Seperempat?” Beliau bersabda: “Terserah kamu,
bila kamu menambahnya maka itu lebih baik” aku berkata:
“Separuh?” Beliau bersabda: ““Terserah kamu, bila kamu menambahnya maka itu
lebih baik” aku berkata: “Saya menjadikan seluruh shalawat saya untuk
engkau” Beliau bersabda:
“…Jika begitu maka kamu
dicukupi keinginanmu dan diampuni dosamu”HR Turmudzi.
Imam Nawawi berkata: Maksud
ungkapan (sungguh saya memperbanyak bershalawat atas engkau. Lantas berapa dari
shalawatku itu yang saya jadikan untuk engkau?) adalah: “Saya memperbanyak
berdo’a maka berapa banyak saya harus bershalawat atas engkau dalam do’a
saya?”
Rujukan: Kitab Mukaasyafatul Qulub, Karya Imam Ghazali , (Sumber : para-pejalan.blogspot.co.id)
0 Response to "Kitab Mukasyafatul Qulub (IV): Antara Sabar dan Sakit"
Post a Comment