Politik "Serangan Fajar" Menghantui Pilkada


Menjelang pilkada terlebih di minggu tenang walaupun undang-undang telah mengatur bahwa masyarakat mampu di minggu tenang untuk beristikharah dalam menentukan pilihannya di hari H nantinya sesuai dengan hati nurani mereka tanpa adanya paksaan dan dorongan yang bersifatnya komersial alias politik uang.


Istilah "Serangan Fajar" 
Semua pihak mengharapkan pilkada terbebas dari money politik. Salah satu bentuk money politik yang kerap terjadi minus qubaila (menjelang) pencoblosan adanya beberapa pihak yang mencoba untuk menawarkan sejumlah uang atau barang berharga lainnya kepada masyarakat dengan sebuah ikatan memilih salah satu paslon atau partai politik di saat minggu tenang atau sehari menjelang pencoblosan di kenal dengan sebutan "serangan fajar".
Wajah tasmiah (indikator) serangan fajar biasanya sang pelaku beraksi sehari atau pagi (fajar) sebelum pencoblosan dengan imbalan kontrak berupa uang atau sejenisnya. Melihat fenomena serangan fajar merupakan politik uang tentu saja tidak akan memberikan pendidikan politik yang baik bagi rakyat yang notabene baru masuk era demokratisasi sekarang ini.

Serangan Fajar Dalam Perspektif Teori Ilmu Sosial
Fenomena kesenjangan kepentingan antara paslon kepala daerah atau caleg dengan norma (undang-undang) yang berlaku dapat dilihat dari kacamata teori ilmu sosial. Menalaah bentuk permasalahan dapat dikaji dengan perspektif menggunakan pendekatan atau teori konflik. Dalam teori konflik ini salah satunya mengkaji penyebab timbulnya konflik dalam masyarakat. Diantaranya teori kebutuhan masyarakat. Dalam teori ini memandang kebutuhan manusia dalam sebagaimana  di ungkapkan oleh Navastara salah seorang pakar menyebutkan bahwa konflik yang berakar dalam di akibatkan oleh berbagai kebutuhan dasar manusia baik fisik, mental dan sosial yang tidak tercapaikan (Navastara, 2007).


Persoalan keamanan, identitas, pengakuan, partisipasi, dan otonomi sering merupakan inti pembicaraan. Sasaran dari teori ini adalah membantu pihak-pihak yang mengalami konflik untuk mengidentifikasi dan mengupayakan bersama kebutuhan mereka yang tidak terpenuhi, dan menghasilkan pilihan-pilihan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan itu, dan agar pihak-pihak yang mengalami konflik mencapai kesepakatan untuk memenuhi kebutuhan dasar semua pihak.(Fajar Weiz ,2012).
Sementara itu dalam pendekatan struktural fungsional dan berdasarkan salah satu teorinya menyebutkan bahwa masyarakat merupakan sebuah sistem yang terdiri dari berbagai bagian atau subsistem yang saling berhubungan. Elemen tersebut berfungsi dalam segala kegiatan yang mampu meningkatkan kelangsungan hidup dari sebuah sistem. Maqasidul ammah (tujuan utama) dari berbagai para pemikir teori fungsionalisme tidak ada tujuan lain melainkan untuk mengkaji secara mendalam kegiatan yang dibutuhkan untuk menjaga kelangsungan hidup sistem sosial. Diantara fokusnya dari sistem sosial berkisar pada problema sistem ekonomi, faktor individu, proses sosialisasi, pembagian kerja dan nilai atau norma yang berlaku.
Salah seorang tokoh dalam teori ini bernama Talcott Parsons. Beliau salah seorang yang mampu melahirkan sebuah teori fungsional yang dalam pemikirannya mempunyai komponen utama adanya proses diferensiasi. Dalam pandangan beliau bahwa setiap masyarakat tersusun dari sekumpulan subsistem yang berbeda berdasarkan strukturnya maupun berdasarkan makna. (Talcon Parson dalam tulisan, Fajran Weiz, 2012).
Faktor Lahirnya "Serangan Fajar"
Melihat dari pendekatan diatas terjadinya praktek money politik dalam hal ini serangan fajar di sebabkan oleh beberapa indikasi, diantaranya:
Pertama, faktor ekonomi. Fenomena dalam  terjadinya keterpurukan ekonomi di suatu daerah termasuk di nusantara kita dan di dukung oleh masih banyaknya angka kemiskinan yang menjadi faktor latar belakang terjadinya politik uang (money politik).
Dalam pandangan para tokoh politik baik kandidat kepala daerah ataupun caleg menganggap rakyat merupakan seorang yang materialistis. Mereka akan mudah terbuai oleh fulus (rupiah) walhasil praktek money politik dimana  suara rakyat pun dapat di hargakan dengan fulus (money). Realita yang tidak dapat di pungkiri masyarakat  memang sangat membutuhkan uang namun uanglah bukanlah segalanya, fenomena dimana mereka sangat "ikhlas" dan rela suaranya di hargai oleh para pelaku money politik.
Suasana semacam ini terlebih masyarakat terdesak dan di tuntut oleh berbagai kebutuhan, kondisi ini merupakan kesempatan emas oleh pelaku money politik untuk memperoleh suaranya dan di sisi lain masyarakat sangat membutuhkan uang.Justru kesempatan ini banyak terjadi di kalangan masyarakat  dari kalangan bawah tentu saja mereka menunggu adanya money politik lewat serangan fajar atau sejenisnya.
Kedua, faktor persaingan. Indonesia merupakan sebagai negara demokrasi dan menjunjung tinggi HAM sehingga di negara kita banyak tokoh dan kandidat  politik yang ingin merebut kursi jabatan menjadi pemimpin baik sebagai bupati, gubernur, legeslatif dan lainnya. Banyaknya keinginan tersebut sehingga timbulah persaingan di antara masing kandidat dan tentunya mereka mempunyai strategi tersendiri dalam memenangkan peperangan politik tersebut. Persaingan ini melahirkan trik politik menggempur dengan menghalalkan segala cara diantaranya  untuk mendapatkan suara rakyat terbanyak melalui politik uang (Money politik) melalui serangan fajar.
Maka tidak heran bahwa faktor persainganlah yang merupakan salah satu memicu munculnya money politik di Indonesia meskipun persaingan tersebut tergolong persaingan yang tidak sehat. Namun itulah diantara fenomena dalam dunia politik tidak mengenal haram dan halalnya serta menghalalkan secara yang justru menyimpang dari etika agama dan perundangan yang berlaku di negara kita.

Ketiga, Kurangnya pengawasan. Faktor timbulnya money politik juga di sebabkan kurangnya pengawasan atau tidak jalannya pengawasan terhadap pilkada dan sejenisnya. Hal tersebut terjadi karena jajaran pengawas sbagai aparat yang mengawas tidak melaksanakan amanah yang telah di bebankan kepada mereka bahkan justru yang anehnya apabila merekapun ikut serta dalam pelaksanaan money politik tersebut.

Beranjak dari telaah di atas kita sebagai masyarakat berusaha untuk menyukseskan pilkada, apapun usaha mereka para timses dan kandidat serta caleg, apabila masyarakat dengan bekal ilmu dan di tambah pemahaman agama yang di milik sudah pasti mereka mengindari praktek money politik dengan mengedepankan perspektif agama bahwa itu dosa yang di murkai Allah. Semoga pilkada tahun ini menghasilkan pilkada yang damai, jujur dan di ridhai oleh Allah Swt. Amiin

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Politik "Serangan Fajar" Menghantui Pilkada"

Post a Comment