Israk Mikraj (VI):Hikmah Israk MIkraj
Sebelumnya telah di jelaskan bahwa jika
perjalanan hijrah dari Mekah ke Madinah pada 662 M menjadi permulaan dari sejarah
kaum Muslimin, atau perjalanan Haji Wada yang menandai penguasaan kaum Muslimin
atas kota suci Mekah, maka Isra Mi’raj menjadi puncak perjalanan seorang hamba
(al-abd) menuju sang pencipta (al-Khalik). Isra Mi’raj adalah perjalanan menuju
kesempurnaan ruhani (insan kamil). Sehingga, perjalanan ini menurut para sufi,
adalah perjalanan meninggalkan bumi yang rendah menuju langit yang tinggi.
Inilah perjalanan yang amat didambakan
setiap pengamal tasawuf. Sedangkan menurut Dr Jalaluddin Rakhmat, salah satu
momen penting dari peristiwa Isra Mi’raj yakni ketika Rasulullah SAW “berjumpa”
dengan Allah SWT. Ketika itu, dengan penuh hormat Rasul berkata, “Attahiyatul
mubaarakaatush shalawatuth thayyibatulillah”; “Segala penghormatan,
kemuliaan, dan keagungan hanyalah milik Allah saja”. Allah SWT pun berfirman, “Assalamu’alaika
ayyuhan nabiyu warahmatullahi wabarakaatuh”.
Mendengar percakapan ini, para malaikat
serentak mengumandangkan dua kalimah syahadat. Maka, dari ungkapan bersejarah
inilah kemudian bacaan ini diabadikan sebagai bagian dari bacaan shalat. Selain
itu, Seyyed Hossein Nasr dalam buku ‘Muhammad Kekasih Allah’ (1993)
mengungkapkan bahwa pengalaman ruhani yang dialami Rasulullah SAW saat Mi’raj
mencerminkan hakikat spiritual dari shalat yang di jalankan umat islam
sehari-hari. Dalam artian bahwa shalat adalah mi’raj-nya orang-orang beriman.
Sehingga jika kita tarik benang merahnya, ada beberapa urutan dalam perjalanan
Rasulullah SAW ini.
Pertama, adanya penderitaan dalam
perjuangan yang disikapi dengan kesabaran yang dalam. Kedua, kesabaran yang
berbuah balasan dari Allah berupa perjalanan Isra Mi’raj dan perintah shalat.
Dan ketiga, shalat menjadi senjata bagi Rasulullah SAW dan kaum Muslimin untuk
bangkit dan merebut kemenangan. Ketiga hal diatas telah terangkum dengan sangat
indah dalam salah satu ayat Al-Quran, yang berbunyi “Jadikanlah sabar dan
shalat sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat,
kecuali bagi orang-orang yang khusyuk. (Yaitu) orang-orang yang meyakini, bahwa
mereka akan menemui Tuhannya, dan bahwa mereka akan kembali kepada-Nya.”
Mengacu pada berbagai aspek diatas, buku
setebal 178 halaman ini setidaknya sangat menarik, karena selain memberikan
bingkai yang cukup lengkap tentang peristiwa Isra’ mikraj Nabi saw, tetapi juga
memuat mi’rajnya beberapa Nabi yang lain serta beberapa wali. Kemudian
kelebihan lain dalam buku ini adalah dipaparkan juga mengenai kisah Mikrajnya
Abu Yazid al-Bisthami.
Dalam pandangan beliau Mikraj ini merupakan rujukan bagi kondisi, kedudukan,
dan perjalanan ruhaninya menuju Allah. Syekh ini menggambarkan rambu-rambu
jalan menuju Allah, kejujuran dan ketulusan niat menempuh perjalanan spiritual,
serta keharusan melepaskan diri dari segala sesuatu selain Allah. Maka, sampai
pada satu kesimpulan, bahwa jika perjalanan hijrah menjadi permulaan dari
sejarah kaum Muslimin, atau perjalanan Haji Wada yang menandai penguasaan kaum
Muslimin atas kota suci Mekah, maka Isra Mi’raj menjadi “puncak” perjalanan
seorang hamba menuju kesempurnaan ruhani.
sumber :duniabaca.com
0 Response to "Israk Mikraj (VI):Hikmah Israk MIkraj"
Post a Comment