Fiqh Ramadhan (IV): Pandangan Ulama Terhadap Hadist Batal Pahala Puasa


Hal yang mendasari permasalahan batalnya pahala puasa adalah banyaknya hadits-hadits sahih tentang bahayanya lima perkara tersebut. Ghibah, adu domba, dusta, sumpah palsu dan melihat dengan syahwat memanglah haram dan wajib dijauhi walaupun tidak dalam keadaan berpuasa dari sisi menjauhi perbuatan maksyiat, dan lebih ditekankan untuk dijauhi bagi orang yang berpuasa akan tetapi dari sisi merusak pahala puasa. Maka dengan demikian di saat puasa pun lebih wajib untuk meninggalkan semua perbuatan dosa termasuk lima perkara tersebut, karena bulan puasa pahala ibadah dilipat gandakan demikian juga dosa perbuatan maksyiat.


Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزُّورِ وَالعَمَلَ بِهِ وَالجَهْلَ فَلَيْسَ للهِ حَاجَةٌ أَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ
“ Barangsiapa yang tidak meninggalkan ucapapan dusta, perbuatan dusta dan perbuatan bodoh, maka Allah tidak perduli dengan ia meninggalkan makan dan minumnya “.(HR. Bukari).
Imam ash-Shan’ani mengomentarinya :
الحديثُ دليلٌ على تحريم الكذب والعملِ به، وتحريمِ السفَهِ على الصائم، وهما محرَّمان على غير الصائم ـ أيضًا ـ، إلَّا أنَّ التحريم في حقِّه آكَدُ كتأكُّد تحريم الزنا مِنَ الشيخ والخُيَلَاءِ مِنَ الفقير
“ Hadits tersebut dalil atas keharaman berdusta dan berbuat dusta dan keharaman berbuat bodoh atas orang yang berpuasa, keduanya adalah haram bagi orang yang tidak berpuasa juga, akan tetapi keharamannya bagi orang yang berpuasa lebih ditekankan seperti keharaman berzina bagi seorang syaikh (tua) dan sifat sombong bagi orang yang faqir “. [kitab Subulus Salam 2/320]

Para ulama lainnya pun seperti imam Ibn Ash-Shabbagh mengomentari hadits lima perkara tersebut sebagai berikut :
وأما الخبر: فالمراد به: أنه يسقط ثوابه، حتى يصير في معنى المفطر، كقوله – صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ -: «من قال لأخيه والإمام يخطب: أنصت.. فلا جمعة له» . ولم يرد: أن صلاته تبطل، وإنما أراد: أن ثوابه يسقط، حتى يصير في معنى من لم يصل
Adapu hadits tersebut, maka yang dimaksud adalah menggugurkan pahala puasa, sehingga menjadi makna perkara yang membatalkan puasa, sebagaimana contoh hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam : “ Barangsiapa yang berkata kepada saudaranya sedangkan imam berkhutbah, “ Diamlah “, maka tidak ada jum’at baginya “, hadits ini tidak bermaksud sholatnya batal, akan tetapi yang dimaksud adalah bahwasanya pahala jum’atnya gugur sehingga menjadi makna orang yang tidak sholat “. [kitab Al-Bayan fi Madzhabi syafi'i 3/536]

Maka tidak salah jika ada seorang ustadz yang membawakan hadits tersebut dalam konteks sebagaimana disebutkan para ulama di atas yakni menjelaskan rusaknya pahala puasa bukan puasanya itu sendiri, karena ia bukan sedang membawakan hujjah untuk menyatakan batalnya puasa sebagaimana pendapat al-Awza’i. Karena makna seperti itu (merusak pahala puasa) telah disaksikan (syawahid) oleh banyak hadits sahih lainnya, di antaranya :
من لم يدع قول الزور والعمل به فليس لله حاجة في أن يدع طعامه وشرابه
“ Barangsiapa yang tidak meninggalkan ucapan dusta dan berbuat dusta, maka Allah tidak peduli ia meninggalkan makan dan minumnya “.(HR. Bukhari)

Nabi juga bersabda :
رب صائم ليس له من صيامه إلا الجوع والعطش
“ Berapa banyak orang yang berpuasa, tidak mendapatkan apa-apa dari puasanya kecuali rasa lapar dan haus “ (HR. Al-Hakim; sahih ‘ala syartil Bukhari).
Juga hadits :
الصائم في عبادة من حين يصبح إلى أن يُمسي ما لم يغتب، فإذا اغتاب خرق صومه
“ Orang yang berpuasa di dalam beribadah sejak pagi hingga sore hari semenjak ia tidak berghibah, jika ia berghibah maka ia telah merusak (pahala) puasanya “. [kitab Al-taisir syarah jami'is shoghir Imam munawi 2/201]. (Hadits ini diisyaratkan dhaif oleh imam as-Suyuthi)

Kesimpulannya : Puasa adalah menahan diri dari perkara yang membatalkan puasa seperti makan, minum dan lainnnya, dan juga menahan diri dari semua perkara haram yang dapat merusak kesempurnaan puasa seperti ghibah, dusta, sumpah palsu, melihat yang diharamkan dan lainnya. Walaupun maksyiat semacam itu haram dilakukan di setiap waktu dan kapanpun, akan tetapi lebih diharamkan lagi bagi orang yang berpuasa sebagaima hadits-hadits di atas supaya tidak dapat merusak pahala puasanya. Wallahu A'lam.

Sumber : PISS

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Fiqh Ramadhan (IV): Pandangan Ulama Terhadap Hadist Batal Pahala Puasa"

Post a Comment