Syekh Ali Al-Banjari (II):Kenapa Menjadi Juru Tulis Syekh Sayyid Abu Bakar Satha
Guru dari Syekh
Ali, Sayyid Abu Bakar Muhammad Syatha adalah salah satu ulama besar bermazhab
Syafi’i yang hidup pada akhir abad ke-13 H dan permulaan abad ke-14 H. Kala
itu, Sayyid Abu Bakar Satha mengajar kitab syarah Fath al Mu’in karya Al
Allamah Zainuddin al-Malibari, di Masjidil Haram.
Selama mengajar
Kitab Fathul Mu’in, Sayyid Abu Bakar Satha menulis catatan sebagai penjelasan
dari kalimat-kalimat yang terdapat dalam Kitab fathul Mu’in. Catatan-catatan
inilah yang kemudian diminta untuk dikumpulkan oleh para sahabat beliau, guna
dijadikan sebuah kitab (hasyiyah) untuk memahami Kitab Fathul Mu’in.
Saat itu, Syekh
Ali menjadi perhatian di antara sekian banyak murid yang mengaji kepada Sayyid
Abu Bakar Satha. Kecakapannya dalam bidang ilmu fiqih membuat Sayyid Abu Bakar
menunjuk Syekh Ali sebagai katib (Juru tulis) kepercayaannya ketika mengarang
kitab. Salah satu kitab yang diketahui merupakan hasil tulis dari Syekh Ali
adalah Kitab ‘Ianah Ath-Thalibin, syarah dari Kitab Fathul Mu’in karya Al
Allamah Zainuddin al-Malibari.
“Kitab asli
tulisan tangan beliau itu ada di Sumatra,” kata Ustadz Muhammad bin Husin bin
Ali Al Banjari. Kitab ini merupakan tulisan bermodel hasyiyah, yaitu berbentuk
perluasan penjelasan dari tulisan terdahulu yang lebih ringkas. Kitab I’anah
Ath-Thalibin ini selesai ditulis pada Hari Rabu ba’da Ashar, 27 Jumadil
al-Tsani Tahun 1298 H.
Kitab I’anah
Ath-Thalibin memiliki kelebihan sebagai fiqh mutakhkhirin yang lebih aktual dan
kontekstual karena memuat ragam pendapat yang diusung ulama mutaakhkhirin
utamanya Al-Imam An-Nawawi, Ibnu Hajar dan banyak lainnya yang tentunya lebih
mampu mengakomodir kebutuhan penelaah akan rujukan yang variatif dan efektif.
Rujukan
penyusunan kitab ini adalah kitab-kitab fiqh Syafi’i mutaakhkhirin, yaitu
Tuhfah al-Muhtaj, Fath al-Jawad Syarh al-Irsyad, al-Nihayah, Syarh al-Raudh,
Syarh al-Manhaj, Hawasyi Ibnu al-Qasim, Hawasyi Syekh ‘Ali Syibran al-Malusi,
Hawasyi al-Bujairumy dan lainnya.Mursyid Thoriqoh Sammaniyah
Dalam bidang
tasawuf, Syekh Ali Al Banjari diketahui pernah mengambil ijazah Thoriqoh
Sammaniyah kepada Syekh Zainuddin As Sumbawi, hingga menjadi mursyid dalam
thoriqoh tersebut. Hal ini diketahui dengan adanya catatan silsilah masyaikh
(keguruan) pada Thoriqoh Sammaniyah yang terdapat nama beliau di dalamnya.
Thoriqoh
Sammaniyah adalah thoriqoh yang didirikan oleh Syekh Muhammad bin Abdul Karim
As Samman Al Madani. Di antara murid Syekh Muhammad Samman adalah Syekh
Muhammad Arsyad Al Banjari. Beliaulah yang membawa thoriqoh ini ke tanah
Banjar, dan mengijazahkannya kepada keluarga dan pengikut beliau. Dari keluarga
dan pengikut beliau inilah kemudian thoriqoh tersebut terjaga hingga sekarang.
Mursyid
Thoriqoh Sammaniyah yang masyhur dari keturunan Syekh Muhammad Arsyad Al
Banjari adalah Syekh Muhammad Zaini bin Abdul Ghani (Sekumpul). Di antara mata
rantai sanad keguruan Syekh Muhammad Zaini dalam bidang Thoriqoh Sammaniyah
ini, terdapat nama Syekh Ali bin Abdullah Al Banjari. Berikut perinciannya
sanad keguruan dari Syekh Samman hingga Syekh Muhammad Zaini:
Syekh Muhammad bin Abdul Karim As Samman Al Madani, Syekh Muhammad
Arsyad bin Abdullah Al Banjari, Syekh Syihabuddin Al Banjari, Syekh Nawawi bin
Umar Al Bantani, Syekh Zainuddin bin Badawi As Sumbawi, Syekh Ali bin Abdullah
Al Banjari, Syekh Muhammad Syarwani bin Haji Abdan Al Banjari, Syekh Muhammad
Zaini bin Abdul Ghani Al Banjari.Penulis : Muhammad Bulkini Ibnu Syaifuddin
(Tulisan ini bersumber dari wawancara penulis dengan Ustadz Muhammad Husein Ali bin KH Husin Ali bin Syekh Ali bin Abdullah Al Banjari (Cucu Syekh Ali di Martapura)
0 Response to "Syekh Ali Al-Banjari (II):Kenapa Menjadi Juru Tulis Syekh Sayyid Abu Bakar Satha"
Post a Comment