Meunasah Waroeng Kopi (II)

Masyarakat dakwah tidak boleh membiarkan dan meningggalkan warung kopi sebagai komponen dakwah sebagi mad’u (obyek) dakwah dalam meumenasahkan warong kopi. Warung kopi harus dijadikan sebagai target dan lahan yang subur dalam islamisasi dakwah di Aceh. Memeunasahkan Warong Kopi dengan “jamaahnya” merupakan pekerjaan yang berat dan penuh tantangan besar yang akan dihadapi insan dakwah di muka bumi ini.

Disana pekerja dakwah mendorong “jamaahnya” untuk beramar makruf nahi mungkar (mengajak kepada kebaikan dan meninggalkan kemungkaran). Dengan demikian tidak ada ladang dan lahan dakwah yang terabaikan begitu saja. Pekerja dakwah disamping mendapat pahala yang besar juga sebagai umat terbaik dan telah menolong saudara lain dalam kebaikan, sebagai mana firman Allah dalam Al-quran: "Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka; di antara mereka ada yang beriman dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik". (QS. Ali Imron :110).
Allah juga menyuruh kita untuk saling menolong dalam kebaikan sebgai mana firmannya: ”Hendaklah kamu tolong menolong dalam kebaikan dan ketaqwaan, dan janganlah saling membantu dalam perbuatan dosa dan permusuhan. Dan bertaqwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat keras dalam hukuman-Nya.”. (QS. Al-Maidah: 2)
Menajemen dakwah  “Meunasah Warkop” bukan berarti menghilangkan fungsi komersial warong kopi (warkop) dan menjadikannya lembaga pendidikan Islam laksana dayah, masjid atau lainnya Warkop tetap dipertahankan fungsinya sebagai komunitas konsumtif dan rekretarif, tetapi disana kita sisipkan nilai syariat Islam, namun diusahakan bagaimana aktivitas dakwah harus mampu menjadikan warkop untuk mendukung seruan agama dan  terus memposisikan diri sebagai hamba yang taat dan patuh  Allah SWT.

Di Meunasah Warkop tentu saja “jamaahnya” terdiri dari berbagai elemen, baik masyarakat biasa, pelajar, mahasiswa, pengusaha hingga pejabat negara, dengan komposisi yang beraneka ragam ini, diusahakan untuk dapat merealisasikan nilai-nilai islami dan menyukseskan syariat Islam yang telah lama dideklarasikan oleh pemerintah Aceh, hal ini dapat direalisasikan dengan hal yang kecil seperti membuang sampah pada tempatnya, menjaga kebersihan, mencoba untuk dapat menginfakkan sedekah seikhlas mungkin dan lainnya.

Dalam Meunasah Warkop, manajemen dakwahnya juga dapat dilakukan sesuai dengan karakteristik warkop yang spesifik. Beranjak dari itu insan dakwah dapat merumuskan metodelogi dan konsep dakwah yang efektif dan inovasif serta mengikuti arus zaman yang semakin canggih, setidaknya pesan dakwah harus ditekankan pada penciptaan suasana yang islami sesuai dengan syariat dibandingkan penyampaian pesan-pesan Islam. Bentuk dakwahnya bersifat tidak menggurui namun suasananya ditekankan lebih pada menciptakan ikim yang ramah dan tidak kaku serta dapat mengikuti arus era globalisasi.

Diantara komunikasi dakwah di meunasah warkop, ketika azan berkumandang setidaknya berbagai aktifitas dihentikan dan diajak “jamaah” dengan dakwah haliah (dakwah perbuatan) dimana para pengelola dan stafnya menjalankan shalat secara berjamaah, tentu saja  dengan sendirinya para pengunjungnya akan terinspirasi dan terbangkit juga untuk melakukannya, pihak pengelola warkop juga membatasi konten yang bersifat pornografi lewat internet, menyebarkan buletin dan majalah islami yang dapat dibaca oleh “jamaah” meunasah warkop, disamping itu musik dan filmnya lebih bernafaskan islam.

Pengajian yang diadakan dalam bentuk diskusi dan tanya jawab minimal seminggu sekali juga perlu digelar untuk menambah wawasan dan pengetahuan dengan mendatangkan narasumber dari berbagai lembaga pendidikan agama di Aceh, baik dari kalangan dayah, kampus maupun ormas Islam lainnya. Komunikasi dakwah dalam bentuk stiker dan poster serta tulisan yang ditempelkan di dinding dengan menyampaikan pesan dakwah yang bersahabat serta berbagai inovasi lainnya untuk menambah nilai dakwah dalam mengimplementasi syariat Islam di “Meunasah Warung Kopi” di bumi Serambi Mekkah ini. Namun bukan hanya di warong kopi saja tetapi angin dakwah itu juga bisa dirasakan seperti di tempat rekreasi, hotel dan tempat umum lainnya tentu saja dengan kemasan manajemen yang inovatif dan bisa diterapkan di tempat keramaian lainnya


Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Meunasah Waroeng Kopi (II)"

Post a Comment