Asuransi Dalam Perspektif Islam

Salah satu bentuk transaksi  yang pembahasannya bersifat kontemporer di kenal dengan “asuransi”. Istilah Asuransi secara etimologi diartikan sebagai jaminan berasal dari bahasa Inggris “Insurance” dalam pengertian terminolaginya berarti transaksi perjanjian antara dua pihak, pihak yang satu berkewajiban membayar iuran dan pihak lain berkewajiban memberisxsskan jaminan sepenuhnya kepada pembayar iuran, jika terjadi sesuatu yang menimpa pihak pertama sesuai dengan perjanjian yang dibuat.Seperti terdapat dalam Kitab Undang-Undang Perdagangan yang dinyatakan bahwa:Adapun yang dimaksud dengan Auransi Pada Pasal 246 Wetboek Van Koophandel(Kitab Undang-Undang Perniagaan)adalah suatu persetujuan dimana pihak yang meminjam berjanji kepada pihak yang dijamin untuk menerima sejumlah uang premi sebagai peganti kerugian, yang mungkin akan dideritaoleh yang dijamin, karena akibat dari suatu peristiwa yang belum jelas akan terjadi.[1]

Sedangkan dalam perspektif Fuad Mohd.Facruddin yang dimaksud dengan asuransi adalah suatu perjanjian peruntungan. Dari definisi diatas diketahui adanya tiga macam unsure pokok dalam hal asuransi, yaitu:
1.      Pihak tertanggung, yang berjanji membayar premi kepada pihak        penanggung secara sekaligus atau berangsur-angsur.
2.      Pihak penanggung, yang berjanji membayar sejumlah uang atau ganti kerugian kepada pihak tertanggung sekaligus atau berangsur-angsur apabila terlaksana unsure ketiga,yaitu:
3.      Suatu peristiwa yang semula belum pasti dan akan terjadi dan menimbulkan kerugian bagi pihak tertanggung. [2]

Bila dilihat dari beberapa definisi yang telah penulis kutip diatas tampak bahwa asuransi adalah satu bentuk transaksi yang didasarkan pada keuntungan dan kerugian antara nasabah dengan perusahaan asuransi dengan beberapa syarat yang telah disepakati. Jadi usaha peransuransian merupakan usaha jasa keuangan yang menghimpun dana msyarakat melalui pengupulan premi untuk memberikan perlindungan kepada anggota masyarakat pemakai jasa asuransi terhap kemungkinan timbulnya kerugian karena suatu peristiwa yang tidak pasti atau terhadap hidup atau meninggalnya seseorang.

Asuransi berguna untuk mengurangi atau menutupi terjadinya risiko yang tidak kita inginkan dimana yang akan datang, seperti risiko kehilangan, risiko kebakaran serta risiko macetnya pinjaman kredit bank dll., sehingga diperlukan jasa asuransi, sehingga risiko tersebut dapat ditutupi bila terjadi hal-hal yang dikwatirkan tersebut. Pada prinsipnya asuransi bertujuan untuk menciptakan sesuatu kesiagaan dalam menghadapi berbagai risiko yang dapat mengancam kehidupan manusia, terutama risiko kehilangan, kerugian dan lainnya.

Sementara itu untuk menghadapi risiko yang sewaktu-waktu dapat mengancam maka orang menempuh cara-cara tersendiri. Jika kerugian itu dapat diduga maka mungkin saja dihadapi dengan cara-cara pencegahannya dan bila dalam jumlah kecil akan dapat ditanggungnya sendiri. Yang menjadi masalah adalah jika kerugian itu tidak dapat diduga dalam jumlah besar pula sehingga tidak mampu dicegahnya sendiri dalam konteks itulah diperlukan asuransi.

Hal ini disebabkan dalam asuransi yang diperjanjikan adalah peralihan risiko dari tertanggung dalam hal ini nsabah kepada penaggung, yaitu perusahaan asuransi maka diperlukan aturan yang ketat sekaligus mengikat agar tidak menjerumus kepada hal-hal yang negatif seperti azas-azas yang harus dipenuhi dalam penutupan maupun dalam pelaksanaan perjanjiannya. Adapun azas-azas tersebut adalah:[3]
  1. Azas Indemnitas, (indemnity principle) atau azas ganti rugi dimana perjanjian yang bermaksud memberikan penggatian untuk satu kerugian,kerusakan atau kehilangan yang mungkin diderita oleh tertanggung sebagai akibat terjadinya sesuatu bahaya yang pada saat ditutupnya perjanjian tidak dapat dipastikan.Azas ini hannya berlaku bagi asuransi kerugian saja dan tidak berlaku bagi asuransi sejumlah uang.
  2. Azas kepentingan, yaitu suatu ikatan yang sah dan sedemikian rupa langsung atau tidak dengan barang yang akan  dipertanggungkan. Dalam hal ini seseorang yang tertanggung harus menujukkan, benda tertentu yang patut dipertanggungkan dan hubungan yang sah dengan benda tersebut sehinga jika benda tersebut tertimpa hannya maka ia brhak menerima ganti rugi yang sewajarnya.
  3. Azas iktikat baik, primsipnya adalah kedua belah pihak tidak dibenarkan menyembunyikan segala sesuatu yang dapat menimbulkan kerugian pada pihak lain, tidak ada kesesatan dan tipu daya baik secara pasif (tidak memberikan keterangan sebagaimana mestinya) maupun secara aktif memberikan keterangan tapi tidak sesuai dengan sebenarnya dan jika itu terjadi akan menyebabkan perjanjian batal.
  4. Azas kronologi, azas ini ada apabila terdapat pertanggungan rangkap, yaitu suatu kepentingan yang sama untuk waktu yang sama dipertanggumgkan terhadap bahaya yang sama atau pada penanggung yang berbeda.pertanggungan rangkap tidak dibolehkan karena akan mengakibatkan ganti kerugian melebihi daripada jumlah kerugian yang sesungguhnya.
  5. Azas subrogasi, yaitu pengantian kedudukan kreditur oleh pihak ketiga yang telah membayar kewajiban debitur kepada kreditur tersebut. Sedangkan subrogasi dalam asuransi adalah hak yang diperoleh penanggung dari tertanggung untuk dipergunakannya terhadap pihak ke tiga.

Dengan adanya ketentuan subrogasi maka didalam asuransi apabila tertanggung telah mendapatkan ganti kerugian dan penanggung maka ia tidak boleh lagi mendapatkan ganti kerugian yang sama dari pihak ketiga yang telah menimbulkan kerugian itu karena hak itu beralih kepada penanggung. Dan berlaku sebaliknya jika tertanggung untuk kerugian itu telah mendapatkan penggantian dari pihak ketiga maka tidak berhak lagi menuntut pergantian yang sama pada penanggung. Jadi tertanggung hanya mendapatkan atas satu ganti kerugian saja.

Dan dilihat dari segi risiko yang dihadapi oleh perseorangan atau perusahaan bermacam-macam, maka perusahaan asuransipun terdiri dari berbagai macam jenis tertanggung dari risiko yang akan dihadapinya, seperti asuransi kerugian (non life insurance.asuransi jiwa (life insurance) dan reasuransi (reinsurance). Dan tiap-tiap asuransi tersebut mempunyai specialisasi dibidangnya masing-masing. Seperti halnya asuransi jiwa dimana dijelaskan bahwa asuransi jiwa mencakup dua pengertian, yaitu asuransi jiwa dan asuransi pansiun.

Setiap orang akan menghadapi dua kemungkinan, yaitu mati dini hidup lama.kemungkinan yang pertama menyakut kematian ekonomi, artiny ada kemungkinan orang masih hidup meskipun ia tidak bekerja lagi dan tdak menghasilkan untuk memenuhi kebutuhan ekonominya dan asuransi jiwa dan menyediakan dana untuk ahli waris tertanggung yang telah meninggal dan untuk menyelesaikan hutang-hutangnya bila memang ada. Sedangkan asuransi pansiun atau asuransi tabungan hari tua menyediakan dana sesudah pasiun bagi tertanggung yang masih hidup. Menurut Husein umar, asuransi jiwa diartikan sebagai perjanjian asuransi yang memberikan jasa dalam penanggulangan risiko yang dikaitkan dengan hidup atau meninggalnya seseorang yang dipertanggungkan, seperti kemtian endomen, dan anuitas.[4]

Masalah asuarnsi dalam pandangan ajaran Islam termasuk masalah masalah ijtihadiyah, artinya hukumnya perlu dikaji sedalam mungkin karena tidak dijelaskan oleh Al-Qur’an dan Al-Sunnah secara eksplisit. Disamping itu para Imam Mazhab juga tidak ada memberikan pendapatnya tenatng ini, sebab ketika itu masalah perasuransian belum dikenal.  “KH Ahmad Ahar Basyir, MA, mengungkapkan  : bahwa perjanjian asuransi adalah hal yang baru belum pernah terjadi pada masa Rasaullulah SAW dan para sahabat  serta tabi’in”.[5]



[1]  Masyfuk Zuhdi, Islam dan keluarga berenca di indonesia, Bina Ilmu, Surabaya, 1986, hal. 162.
[2]  Fuad Muhammad Fachruddin, Riba Dalam Bank, Koperasi, Perseroan dan asuransi, PT. Al- Ma’arfi, Bandung, 1985, hal. 201.   
[3]  Maddan, M.Si, Diktat Kuliah Asuransi, Jabal Ghafur, Sigli, 1999, hal. 22.
[4]  Husein Umar, Manajemen risiko bisnis, PT. Granmedia Pustaka Utama, Jakarta, 2001, hal. 292.
[5]  Chairuman Pasaribu Suhrawardi K. Lubis, Hukum Perjanjian dalam Islam, Cet. 2. (Jakarta : PT. Sinar Grafika, 1996), hal. 85.

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Asuransi Dalam Perspektif Islam"

Post a Comment