Wakaf Dalam Perspektif Ulama Mazhab

Salah satu ibadah yang selalu mengalir pahalanya berupa waqaf. Penulis di sini sebelum berbicara panjang lebar tentang waqaaf,  terlebih dulu menjelaskan pengertian Waqaf

Wakaf Menurut Abu Hanifah
 Waqaf adalah menahan harta dari otoritas kepemilikan orang yang mewaqafkan, dan menyedekahkan kemamfaatan barang wakaf tersebut untuk tujuan kebaikan. Berdasarkan pengertian tersebut, wakaf tidak memberikan konsekuensi hilangnya barang yang diwakafkan dari kepemilikan orang yang mewakafkan. Orang yang mewaqafkan boleh saja mencabut waqaf tersebut, boleh juga menjualnya. Sebab, pendapat yang paling shahih menurut Abu Hanifah adalah bahwa waqaf hukumnya ja’iz (boleh), bukan lazim(wajib, mengandung hukum yang mengikat).                                                                            

Wakaf Menurut Mayoritas Ulama.
 Di sini yang termasuk dalam mayoritas ulama adalah dua murib  Abu Hanifah pendapat keduanya dijadikan fatwa dikalangan mazhab Hanaf, mazhab al-Syfi’, dan mazhab hambl menurut pendapat yang shahih.Wakaf adalah menahan harta yang bisa dimamfaatkan sementara barang tersebut masih utuh dengan menghentikan sama sekali pengawasan terhadab barang tersebut dari orang yang mewakafkan dan lainnya, untuk pengelolaanrevenue (penghasilan) barang tersebut untuk tujuan kebaikan dan kebajikan demi mendekatkan diri kepada Allah. 

Atas dasar ini, harta tersebut lepas dari kepemilikan orang yang mewakafkan, dan menjadi tertahan dengan dihukumi menjadi milik Allah, orang yang mewakafkan jadi terhalang untuk mengelolanya, penghasilan dari barang tersebut harus disedekahkan sesuai dengan tujuan pewakafan tersebut Yang dimaksud “milik Allah” adalah harta tersebut tidak lagi menjadi milik orang yang mewakafkan, tidak pula berpindah menjadi milik orang lain. Ia dihukumi menjadi milik Allah semata. Inilah yang dimaksud didalam tesk diatas. Sebab, kalau dimaksud demikian maka semua adalah milik Allah.Mereka mendasarkan pendapat mereka pada dua dalil (argumentasi)   
      
Pertama hadis  Ibnu Umar: “Ibnu Umar r.a. mengatakan bahwa Umar r.a. memoeroleh tanah di Khabair, lalu dia datang kepada Nabi saw. Untuk meminta fatwamengenai tanah tersebut, kemudian dia mengatakan, “Ya Rasulullah! Saya telah mendapatkan tanah diKhabair. Saya belum pernah memperoleh harta yang lebih bernilai daripada tanah tersebut, lalu apa yang anda sarankan kepada  saya?” Rasulullah saw bersabda, “Jikamkau mau, sebaiknya kau pertahankan harta yang pokok (tanah tersebut) lalu kau sedekahkan hasilnya.” Maka, Umar pun menyedekahkan penghasilan tanah tersebut. Tanah tersebut tidak dijual, tidak dibeli, tidak mewariskan, tidak dihibbahkan.

Ibnu Hajar dalam Fathul Baari mengomentarinya,”Hadis ini adalah dasar legalitas wakaf “. Hal ini menunjukkan larangan-larangan penelolaan barang yang diwakafkan, sebab kata menahan (dalam hadis diatas) artinya adalah menghalangi, yakni penghalangan harta untuk menjadi milik orang yang mewakafkan, juga penghalangan untuk menjadi sobyek pengelolaan kepemilikan. 

Namun, perlu dicatat disini bahwa hadis tersebut tidak menunjukkan lepasnya barang yang diwakafkan dari kepemilikan orang yang mewakafkan.    Alasan kedua, apa yang dilakukan umat Islam semenjak awal Islam sampai sekarang menunjukkan, bahwa perwakafan harta adalah untuk tujuan kebaikan dan kebajikan dan penghalangan untuk pengelolanya, baik terhadap orang yang mewakafkan atau lain.        

Wakaf Menurut Mazhab Al-Syfi’iyyah                                   
Menurut bahasa “wakaf” berarti ”menahan”, sedangkan menurut syara’ adalah menahan harta yang bisa dimamfaatkan dalam keadaan barangnya masih tetap dengan cara memutuskan tasarufnya, untuk diserahkan buat keperluan yang mubah dan berarah. Ada diriwayatkan dari Abu Yusuf, bahwa setelah ia mendengar khabar Umar bahwa”bumi tersebut tidak boleh dijual”, maka menolak Abu Hanifah mengenai penjualan barang wakaf, dan berkata:“Kalau Abu Hanifah mendengar khabar tersebut, pastilah akan berkata seperti itu pula”.
           
Berdasarkan paparan dari beberapa definisi waqaf tersebut dapat disimpulkan bahwa waqaf adalah akad tabaru’yaitu menahan pokok harta dan memberikan mamfaat dari harta taersebut untuk kepentingan umat Islam, waqaf bertujuan untuk memberikan mamfaat atau faedah harta yang diwaqafkan kepada orang yang berhak dan kemaslahatan umat Islam dan dipergunakan sesuai dengan ajaran Syariat.                       

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Wakaf Dalam Perspektif Ulama Mazhab"

Post a Comment